YAYASAN MUTIARA SURGA

Jual Beli (Bab Muamalah)

Jual Beli - www.mutiarasurga.org

Bagikan :

Jual Beli
Islam adalah agama yang sempurna, datang dengan mengatur hubungan antara Sang Khaliq (Allah ﷻ) dan makhluk, dalam ibadah untuk membersihkan jiwa dan mensucikan hati. Dan (Islam) datang dengan mengatur hubungan di antara sesama makhluk, sebagian mereka bersama sebagian yang lain, seperti jual beli, nikah, warisan, had dan yang lainnya agar manusia hidup bersaudara di dalam rasa damai, adil dan kasih sayang.

Aqad (transaksi) terbagi tiga:

1. Aqad pertukaran secara murni, seperti jual beli, sewa-menyewa, dan syarikat (perseroan) dan semisalnya.
2. Aqad pemberian secara murni, seperti hibah (pemberian), sedekah, pinjaman, jaminan, dan semisalnya.
3. Aqad pemberian dan pertukaran secara bersama-sama, seperti qardh (hutang), maka ia termasuk pemberian karena ia dalam makna sedekah, dan pertukaran yakni ia dikembalikan dengan semisalnya.

Bai’ (jual-beli) : Yaitu pertukaran harta dengan harta untuk dimiliki.
Seorang muslim bekerja dalam bidang apapun jenis usahanya adalah untuk menegakkan perintah Allah ﷻ dalam pekerjaan itu, dan untuk mendapatkan ridha Rabb ﷻ dengan menjunjung perintah-perintah-Nya dan menghidupkan sunnah Rasul ﷺ dalam amal ibadah tersebut, dan melaksanakan sebab-sebab yang diperintahkan dengannya. Kemudian Allah ﷻ memberikan rizqi yang baik kepadanya dan memberi taufik kepadanya untuk menggunakannya dalam penyaluran yang baik.

Hikmah disyariatkannya jual beli.
Manakala uang, komoditi, dan harta benda tersebar di antara manusia seluruhnya, dan kebutuhan manusia bergantung dengan apa yang ada di tangan temannya, dan ia tidak memberikannya tanpa ada imbalan/pertukaran.

Dan dibolehkannya jual beli, dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk mencapai  tujuan hidupnya. Dan jika tidak demikian, niscaya manusia akan saling merampas, mencuri, melakukan tipu daya, dan saling membunuh.

Karena alasan inilah, Allah ﷻ menghalalkan jual beli untuk merealisasikan kemashlahatan dan memadamkan kejahatan tersebut. Jual beli itu hukumnya boleh dengan ijma’ (konsensus) semua ulama.

Firman Allah ﷻ.

قال الله تعالى: وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا [البقرة/275].

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” [Al-Baqarah/2: 275].

Syarat sah jual-beli:
1. Sama-sama ridha baik penjual maupun pembeli, kecuali orang yang dipaksa dengan kebenaran.
Bahwa boleh melakukan transaksi, yaitu dengan syarat keduanya orang yang merdeka, mukallaf, lagi cerdas.
2. Yang dijual adalah yang boleh diambil manfaatnya secara mutlak (absolut). Maka tidak boleh menjual yang tidak ada manfaatnya, seperti nyamuk dan jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya diharamkan seperti arak dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang mengandung manfaat yang tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa, seperti anjing dan bangkai kecuali belalang dan ikan.
3. Bahwa yang dijual adalah milik sang penjual, atau diijinkan baginya menjualnya saat transaksi.
4. Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan melihat atau dengan sifat.
5. Bahwa harganya sudah diketahui.
6. Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa diserahkan, maka tidak boleh menjual ikan yang ada di laut, atau burung yang ada di udara, dan semisal keduanya, karena adanya unsur penipuan. Dan syarat-syarat ini untuk menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua belah pihak.

Terjadi transaksi jual beli dengan salah satu dari dua sifat.
1. Ucapan: seperti penjual berkata, ‘Aku menjual kepadamu.’ Atau ‘Aku memilikkannya kepadamu,’ atau semisal keduanya. Dan pembeli berkata, ‘Aku membeli’ atau ‘aku menerima’ dan semisal keduanya yang sudah dikenal masyarakat secara umum.
2. Perbuatan: yaitu pemberian, seperti ia (seseorang) berkata, ‘Berikanlah kepadaku daging seharga sepuluh ribu rupiah’, lalu ia memberikannya tanpa ucapan dan semisal yang demikian itu yang sudah berlaku umum, apabila terjadi saling senang (dengan transaksi itu).

Keutamaan wara’ dalam mumalah.
Wajib kepada setiap muslim dalam jual belinya, makan dan minumnya, dan semua muamalahnya  agar berada di atas sunnah (sesuai aturan agama), lalu ia mengambil yang halal, jelas halalnya dan melakukan transaksi dengannya. Dan menjauhi yang diharamkan secara jelas dan tidak melakukan muamalah dengannya. Adapun yang syubhat, maka seharusnya meninggalkannya karena menjaga agama dan kehormatannya, agar dia tidak terjerumus dalam yang haram.

Baca Artikel Lainnya!

Dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu, ia berkata : ‘Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

عن النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ، وَإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ، اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلا وَإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً أَلا وَإنَّ حِمَى الله مَحَارِمُهُ، أَلا وَإنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً، إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وَإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهِيَ القَلْبُ». متفق عليه.

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan sesungguhnya yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barang siapa yang meninggalkan yang syubhat berarti ia telah membebaskan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam yang syubhat berarti ia terjerumus pada yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir ia merumput padanya. Ketahuilah, sesungguhnya bagi setiap raja ada daerah terlarang dan sesungguhnya daerah terlarang Allah ﷻ adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah, apabila ia baik niscaya baiklah semua tubuh dan apabila rusak niscaya rusaklah semua tubuh, ketahuilah, ia adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaih).

Harta-harta yang syubhat seharusnya dipergunakan di tempat yang paling jauh dari manfaat. Maka yang paling dekat adalah yang masuk ke dalam perut, kemudian yang mengikuti penampilan lahiriyah, berupa pakaian. Kemudian yang mendatang dari tunggangan seperti kuda dan mobil dan semisalnya.

Keutamaan usaha yang halal.
Firman Allah ﷻ,

قال الله تعالى: {فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (10)} [الجمعة/10].

“Apabila telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung.”  [Al-Jumu’ah/62: 10].

Dari Al-Miqdam Radhiyallahu anhu, dari Nabi ﷺ, Beliau bersabda:

عن المقدام رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَاماً قَطُّ خَيْراً مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإنَّ نَبِيَّ الله دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ». أخرجه البخاري

‘Tidaklah seseorang menyantap makanan selama-lamanya yang lebih baik daripada ia memakan dari hasil pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Daud Alaihissallam makan dari hasil pekerjaan tangannya.’ (HR. Bukhari).

Para sahabat Nabi ﷺ melakukan jual beli dan perdagangan, akan tetapi apabila datang suatu kebenaran dari hak-hak Allah ﷻ, perdagangan dan jual beli tidak melalaikan mereka dari zikir kepada Allah ﷻ, sehingga mereka menunaikannya kepada Allah ﷻ.

Usaha itu berbeda dengan berbedanya manusia, dan yang paling utama bagi seseorang adalah yang sesuai kondisinya, berupa pertanian, perindustrian, atau perdagangan, dengan syarat-syaratnya yang syar’i.

Manusia harus berusaha mencari rizqi yang halal untuk memberi makan dan nafkah kepada keluarganya dan fi sabilillah ﷻ, dan untuk menahan diri tidak meminta-minta kepada orang lain. Dan sebaik-baik usaha adalah pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَحْتَطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلاً فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ». متفق عليه.

“Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang dari kalian mengambil talinya, lalu mencari kayu bakar (dan membawanya) di atas punggungnya, lebih baik baginya daripada mendatangi seseorang, lalu meminta kepadanya, baik ia memberinya atau tidak.” (Muttafaqun ‘alaih).

Keutamaan toleransi (bermurah hati) dalam jual beli.
Seharusnya manusia bersifat toleransi lagi mudah, sehingga ia mendapat rahmat Allah ﷻ. Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «رَحِمَ الله رَجُلاً سَمْحاً إذَا بَاعَ، وَإذَا اشْتَرَى، وَإذَا اقْتَضَى». أخرجه البخاري.

“Semoga Allah ﷻ memberi rahmat kepada seseorang yang toleransi (bermurah hati), apabila menjual, membeli, dan apabila membayar.” (HR. Bukhari).

Bahaya banyak bersumpah dalam jual beli.
Bersumpah dalam jual beli ada kalanya menjadikan laris komoditi (barang dagangan), akan tetapi menghapuskan keberkahan. Dan Nabi ﷺ telah melarang darinya dengan sabdanya:

وقد نهى عنه رسول الله- صلى الله عليه وسلم- بقوله: «إيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الحَلِفِ فِي البَيْعِ، فَإنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ». أخرجه مسلم.

“Jauhilah banyak bersumpah dalam jual beli, sesungguhnya ia menjadikan laris, kemudian menghapus (keberkahan).” (HR. Muslim).

Kejujuran dalam jual beli merupakan penyebab keberkahan, dan bohong penyebab hilangnya berkah.

(al-manhaj.or.id)

Sedekah Beras untuk Santri Yatim dan Dhuafa

Download E-Book Panduan Ramadhan

Categories