Ash-Habul Ukhdud – Di sebuah istana terjadi perbincangan antara seorang raja dan penyihir tua yang merasa bahwa usianya akan segera berakhir. Penyihir tua itu sedang menanti detik-detik kematiannya. Raja berkata, “Apa yang harus dilakukan, wahai penyihir? Aku tidak punya cara untuk melakukan tipu daya tanpamu. Di negeri ini manusia menyembahku karena jasa sihirmu.” Penyihir menjawab, “Paduka, aku sudah berada di ujung usia, kesehatanku pun sudah melemah. Menurutku, engkau harus memilih seorang pemuda untuk aku akan ajarkan ilmu sihir kepadanya agar ia bisa menjadi tukang sihirmu. Jika aku mati, sihirku tidak akan mati dan orang-orang tetap akan menjadi budakmu.”Raja menyetujui itu. Ia memerintahkan para pelayannya untuk memilih anak paling pintar di kerajaannya untuk menjadi penyihir barunya. Mereka pun memilih Abdullah bin Tamir. (Ash-Habul Ukhdud)
Kemudian Abdullah bin Tamir belajar sihir kepada tukang sihir tersebut. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pendeta kemudian ia tertarik dengan ajarannya yang lurus. Kemudian ia meminta untuk diajari tatacara beribadah yang benar.
Setelah mengajari tatacara beribadah, Pendeta tua itu berpesan kepada Abdullah, “Wahai Abdullah, jangan kamu tunjukkan keberadaanku di sini kepada orang lain dan sembunyikanlah keimananmu dari mereka. Sebab, jika raja mengetahui keadaanmu, ia pasti akan membunuhku dan juga membunuhmu, dan keimanan di muka bumi ini pun akan lenyap.” Abdullah menjawab, “Aku mematuhi apa yang diperintahkan oleh kakek yang telah menunjukkanku kepada Alloh. Dzat Yang Maha Esa lagi Tunggal. Abdullah kemudian pergi.
Sampai pada suatu hari pemuda saleh ini dalam perjalanan menuju rumah sang pendeta. Di tengah perjalanan dia melihat kerumunan orang lalu ia mendekatinya. Setelah dekat ia melihat seekor hewan besar yang melintang di tengah jalan. Tidak ada seorang pun yang bisa melompat atau melewatinya untuk melanjutkan perjalanan. Melihat hal itu, Abdullah memungut sebutir kerikil dari tanah ia berbisik pelan, Sekarang saatnya untuk membuktikan, apakah pendeta yang lebih Alloh cintai ataukah penyihir. Dia kemudian berdo’a. “Ya Alloh, jika pendeta yang lebih Engkau cintai daripada penyihir, maka jauhkanlah hewan ini dari jalan.” Abdullah melemparkan kerikil itu dan ternyata hewan besar itu pergi dan tidak menutupi jalan lagi. Abdullah melanjutkan perjalanan menuju pendeta, sedang keimanan telah memenuhi relung hatinya.
Singkat cerita, raja mempunyai saudara sepupu yang buta sejak kecil. Para tabib telah didatangkan, namun tidak seorang pun yang mampu mengembalikan penglihatannya. Hingga datang seseorang yang menyampaikan berita tentang seorang tabib di suatu negeri. Dimana banyak orang telah berobat kepadanya dan mendapatkan kesembuhan. Sampailah sibuta di tempat sang tabib dengan terkejut. Sebab tak menyangka bahwa ternyata dia adalah Abdullah bin Tamir, penyihir raja yang kini telah menjadi sosok yang lebih terkenal daripada semua orang, bahkan dari raja. Dengan izin Alloh ia mampu menyembuhkannya. (Ash-Habul Ukhdud)
Saat sepupu raja telah sembuh dari kebutaanya dan bertemu dengan raja. Sang raja terkejut melihatnya dan berkata, “Selamat untuk sepupuku yang sudah bisa melihat kembali.” “Segala puji bagi Alloh atas hal itu. Jawabnya. Raja langsung marah dan berkata, “Alloh. Apakah kamu memuji Alloh di kerajaan dan di istanaku!? Apa kamu beriman kepada Alloh!? “Ya. Aku beriman kepada Alloh yang telah menyembuhkanku dan mengembalikan penglihatanku, wahai raja.” “Apakah ada tuhan yang disembah di kerajaanku ini selain diriku.” “Bahkan, semua orang adalah hamba di kerajaan Alloh, wahai raja.” Raja marah dan memanggil para pengawal. Mereka menyiksa sepupunya sampai ia menunjukkan kepada mereka keberadaan Abdullah. (Ash-Habul Ukhdud)
Mereka pun mendatangkan Abdullah dan menyiksanya, hingga Abdullah menunjukkan kepada mereka tempat keberadaan sang pendeta. Ketiga orang itu dihadapkan kepada raja yang lalim. Raja mengikat ketiga orang itu dengan rantai besi. Raja berkata, “Kufurlah kepada Alloh! Jika tidak, aku akan membunuh kalian.” Sepupu raja yang pernah buta itu menjawab, “Aku tidak akan pernah menyembah selain Alloh, dan aku tidak akan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” Para prajurit membunuh sepupu sang raja, dengan cara menggergaji tubuhnya dengan sebuah gergaji hingga terbelah menjadi dua bagian. Begitupun sang pendeta ia tetap tegar di atas keimanannya, hingga sang pendeta mendapatkan siksaan yang sama hingga akhirnya meninggal dunia.
Sekarang tibalah giliran Abdullah. Mereka berkata kepadanya, “Kufurlah kepada Alloh! Jika tidak, kamu akan menjadi seperti mereka.” Abdullah menjawab, “Alloh adalah Rabbku dan aku tidak akan menyekutukan Alloh dengan sesuatu pun.” Mereka meletakkan gergaji di atas kepala Abdullah dan hendak membunuhnya. Namun, gergaji itu tumpul dan tidak mempan. Mereka pun mencoba membunuhnya dengan pedang, tapi Abdullah tak juga dapat dibunuh. Mereka mencoba membunuhnya dengan panah, anak panah, dan pisau. Tapi, mereka tetap tidak berhasil. Mereka hendak melemparkannya dari atas bukit supaya mati. Mereka melakukan ini setelah semua cara dan upaya untuk membunuhnya gagal. Alloh mengabulkan doa pemuda beriman itu. Mendadak bukit berguncang. Para pengawal terjatuh dari ketinggian dan mati seketika itu juga. Sedang Abdullah, ia masih tetap hidup.
Abdullah kembali kepada raja untuk menyerunya kepada Alloh. Raja bertambah berang dan memerintahkan para tentaranya untuk meletakkan anak itu di sebuah sampan dan membawanya ke laut, kemudia dilemparkan di sana agar mati tenggelam. Di tengah gelombang yang dahsyat, suara Abdullah melengking memanggil Rabbnya, “Ya Alloh, hindarkanlah mereka dariku dengan sesuatu yang engkau kehendaki.” Mendadak sampan itu terbalik. Abdullah selamat dari tenggelam. Ia kembali ke hadapan raja dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya, kamu tidak akan bisa membunuhku, kecuali jika kamu mau melakukan apa yang aku perintahkan kepadamu.” “Apa yang kamu perintahkan kepadaku?” “Kumpulkan semua orang di sebuah tanah lapang yang luas, kemudian ikatlah aku di atas batang pohon, lalu ambillah anak panah dari kantong anak panahku dan letakkanlah di busurnya, kemudian ucapkanlah, ‘Dengan menyebut nama Alloh, tuhan anak ini.’ Jika kamu melepaskan anak panah itu, niscaya kamu bisa membunuhku.” Raja setuju dengan apa yang dikatakan oleh Abdullah agar dia dapat menghabisinya. Tak lama penduduk kerajaan berkumpul di sebuah dataran tinggi. Mereka melihat Abdullah terikat di pohon. Raja membawa kantok anak panah Abdullah, kemudian mengeluarkan satu anak panah darinya. Semua orang terdiam dan suara raja terdengar keras mengatakan, “Dengan menyebut nama Alloh, tuhan anak ini.”Seketika dia melepaskan anak panah itu hingga mengenai kening Abdullah. Maka, Abdullah meninggal dunia, mati syahid. (Ash-Habul Ukhdud)
Penduduk kerajaan sadar bahwa raja mereka tidak dapat membunuh anak itu, kecuali setelah mengucapkan, “Dengan menyebut nama Alloh.” Semua penduduk akhirnya berteriak, “Kami beriman kepada Alloh, tuhan anak ini.” Tubuh Abdullah memang tergeletak tak bernyawa, tapi doa dan keimanannya tetap kekal. Raja kebingungan, karena semua orang di kerajaannya telah menjadi penyembah Alloh, bukan penyembah dirinya seperti dahulu. Dia memerintahkan untuk menggali parit yang besar. Setelah itu, dia memerintahkan kepada para pengawal untuk menyalakan api lalu menyeret satu per satu orang-orang mukmin.
Tak satu pun orang mukmin yang tersisa, kecuali mereka melemparkannya ke dalam parit berapi. Hingga yang tersisa hanya seorang wanita yang menggendong bayi di kedua tangannya. Mereka merampas bayi itu dari tangannya dan berkata, “Apakah kamu akan kembali dari iman kepada Alloh? Jika tidak, kami akan membakar bayi kecilmu ini.” Sang ibu menatap bayinya dengan sedih. Ia hampir mengatakan perkataan kufur. Namun, Alloh berkehendak lain. Bayi imut itu berbicara, “Ibu, bersabarlah. Sesungguhnya, engkau berada dalam kebenaran yang nyata.” Mendengar ucapan bayi kecilnya, sang ibu menolak untuk kembali kufur. Ia hanya ridha dengan keimanan. Maka, bayi kecil itu dilempar ke dalam parit, begitu juga dengan ibunya. Sungguh, siksa yang pedih pada hari kiamat kelak telah menanti raja dan bala tentaranya. Kisah ini terdapat di dalam surat Al Buruj. (Ash-Habul Ukhdud)
Ikut Partisipasi Mendukung Program, Salurkan Donasi Anda di Sini!