Di bawah ini beberapa fatwa tentang seorang yang tidak berpuasa karena pekerjaan yang melelahkan atau memberatkan, yang inti fatwa tersebut adalah:
1. Bekerja asal hukumnya bukan alasan yang dibenarkan syari’at dengannya untuk berbuka puasa di siang hari Ramadhan.
2. Berusaha mencari pekerjaan yang bukan di siang hari Ramadhan.
3. Berusaha libur dari pekerjaan yang di siang hari Ramadhan jika tidak membahayakan diri atau harta atau keluarga.
3. Jika harus bekerja juga di siang hari Ramadhan karena terpaksa, apabila tidak bekerja maka akan hancur diri atau harta, maka boleh bekerja dan boleh berbuka puasa di siang hari Ramadhan, jika sudah merasa berbahaya apabila dilanjutkan puasanya.
4. Ketika berbuka tadi dengan makanan dan minuman secukupnya yang dengannya hilang bahaya terhadap dirinya akibat jika ia melanjutkan puasanya.
5. Setelah berbuka secukupnya, maka ia harus menahan samapi matahari terbenam dan orang-orang berbuka puasa.
6. Mengqadha di lain hari jika ia berbuka puasa tadi.
Silahkan dibaca fatwa-fatwa berikut:
جاء في الفتاوى الهندية: (المحترف المحتاج إلى نفقته علم أنه لو اشتغل بحرفته يلحقه ضرر مبيح للفطر، يحرم عليه الفطر قبل أن يمرض، كذا في القُنْية) ((الفتاوى الهندية)) (1/ 208)، وانظر ((حاشية ابن عابدين)) (2/ 420).
Disebutkan di dalam kitab Al Fatawa Al Hindiyyah: “Seorang yang bekerja yang membutuhkan untuk nafkah (kehidupan)nya, ia mengetahui jika ia bekerja dengan pekerjaannya maka ia akan mendapati bahaya, (maka hal ini) membolehkan untuk berbuka, dan haram untuknya untuk berbuka sebelum ia sakit, demikian sebagaimana yang disebutkan di dalam al qunyah.” Lihat kitab Al Fatawa Al Hindiyyah (1/208) dan lihat kitab Hasyiah Ibnu ‘Abidin (2/420).
قال البهوتي: (وقال أبو بكر الآجري: مَن صنعته شاقة فإن خاف – بالصوم- تلفا أفطر وقضى – إن ضره ترك الصنعة- فإن لم يضره تركها أثم – بالفطر ويتركها -، وإلا – أي: وإن لم ينتف التضرر بتركها- فلا – إثم عليه بالفطر للعذر) ((كشاف القناع)) (2/ 310). وانظر ((التاج والإكليل للمواق)) (2/ 395).
Berkata Al Buhuty: “Berkata Abu Bakar Al Ajurry: “Barangsiapa yang bekerja berat, dan jika ia takut dengan puasa akan binasa, maka ia boleh berbuka dan mengqadha’, jika membahayakannya meninggalkan pekerjaan tersebut dan jika tidak membahayakan meninggalkannya, maka ia berdosa jika berbuka dan meninggalkannya, dan jika tidak yaitu tidak hilang bahaya dengan meninggalkannya, maka tidak berdosa atasnya dengan berbuka karena ada alasan.” Lihat kitab Kasf Al Qina’ (2/310) dan lihat kitab At Taj wa Al Iklil, karya Al Muwaq
وقالت اللجنة الدائمة: (لا يجوز للمكلف أن يفطر في نهار رمضان لمجرد كونه عاملا، لكن إن لحق به مشقة عظيمة اضطرته إلى الإفطار في أثناء النهار فإنه يفطر بما يدفع المشقة ثم يمسك إلى الغروب ويفطر مع الناس ويقضي ذلك اليوم الذي أفطره) ((فتاوى اللجنة الدائمة-المجموعة الأولى)) (10/ 233).
Berkata komite tetap untuk pembahsan ilmiyyah dan fatwa kerajaan Arab Saudi: “Tidak boleh seorang mukallaf (seorang yang telah dibebankan beribadah) berbuka di siang hari bulan Ramadhan hanya karena ia sebagai pekerja, akan tetapi jika ia mendapatkan kesulitan yang besar yang mengharuskan ia berbuka di saat siang hari maka ia boleh berbuka dengan sesuatu yang menahan bahayanya, lalu ia menahan (dari makan dan minum dan lainnya-pent) sampai terbenam dan berbuka bersama orang-oranng dan ia mengqadha hari yang ia berbuka tersebut.” Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, kumpulan pertama, 10/233.
وقالت أيضا: ( … يجعل الليل وقت عمله لدنياه، فإن لم يتيسر ذلك أخذ إجازة من عمله شهر رمضان ولو بدون مرتب فإن لم يتيسر ذلك بحث عن عمل آخر يمكنه فيه الجمع بين أداء الواجبين ولا يؤثر جانب دنياه على جانب آخرته، فالعمل كثير وطرق كسب المال ليست قاصرة على مثل ذلك النوع من الأعمال الشاقة ولن يعدم المسلم وجها من وجوه الكسب المباح الذي يمكنه معه القيام بما فرضه الله عليه من العبادة بإذن الله .. وعلى تقدير أنه لم يجد عملا دون ما ذكر مما فيه حرج وخشي أن تأخذه قوانين جائرة وتفرض عليه ما لايتمكن معه من إقامة شعائر دينه أو بعض فرائضه فليفر بدينه من تلك الأرض إلى أرض يتيسر له فيها القيام بواجب دينه ودنياه ويتعاون فيه مع المسلمين على البر والتقوى فأرض الله واسعة .. فإذا لم يتيسر له شيء من ذلك كله واضطر إلى مثل ما ذكر في السؤال من العمل الشاق صام حتى يحس بمبادئ الحرج فيتناول من الطعام والشراب ما يحول دون وقوعه في الحرج ثم يمسك وعليه القضاء في أيام يسهل عليه فيها الصيام) ((فتاوى اللجنة الدائمة-المجموعة الأولى)) (10/ 235 – 236).
Berkata juga komite tetap untuk pembahsan ilmiyyah dan fatwa kerajaan Arab Saudi: “Hendaknya ia menjadikan malam sebagai waktu kerja dunianya, kalau tidak mungkin seperti ini, maka hendaknya ia mengambil cuti selama bulan Ramadhan meskipun tanpa digaji, kalau tidak memungkin baginya hal itu, maka ia mencari pekerjaan lain yang memungkinkannya dua kewajiban. Dan kewajiban dunianya tidak mempengaruhi kewajiban akhiratnya, karena pekerjaan banyak dan untuk mendapatkana penghasilan tidak terbatas pada macam pekerjaan yang sulit ini saja, dan kehendak Allah, seorang muslim tidak akan pernah kehilangan pekerjaan yang mubah yang memungkinkan dengannya ia menunaikan apa yang telah Allah wajibkan atasnya…kalau seandainya ia tidak mendapatkan amalan selain apa yang telah disebutkan yang terdapat di dalamnya kesulitan dan ia takut akan dijerat oleh hukum-hukum yang dzalim dan mewajibkan kepadanya sesuatu yang tidak dapat dengannya ia menunaikan syi’ar-syi’ar agamanya atau sebagian dari kewajiban agamanya, maka hendaklah ia pergi membawa agamanya dari daerah tersebut ke daerah yang mudah baginya di dalamnya mendirikan kewajiban agamanya dan dunianya, dan ia saling tolong menolong dengan kaum muslim di dalamnya dalam kebaikan dan ketakwaan, bumi Allah sangatlah luas…jika tidak memungkinkan juga baginya seluruh hal tersebut dan terpaksa untuk mengerjakan seperti apa yang disebutkan dalam pertanyaan yaitu berupa pekerjaan yang berat, maka ia berpuasa sampai merasa kesulitan, lalu ia megkonsumsi makanan dan minuman yang menghalangi dari kesulitan tadi, kemudian ia menahan (dari makan dan minum), lalu ia mengqadha pada hari-hari yang mudah baginya berpuasa.” Lihat Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, kumpulan pertama, 10/235-236.
وجاء في الموسوعة الفقهية الكويتية ما نصه: (أما بالنسبة لأصحاب الحرف فمفاد نصوص الفقهاء أنه إن كان هناك حاجة شديدة لعمله في نهار رمضان، أو خشي تلف المال إن لم يعالجه، أو سرقة الزرع إن لم يبادر لحصاده، فله أن يعمل مع الصوم ولو أداه العمل إلى الفطر حين يخاف الجهد، وليس عليه ترك العمل ليقدر على إتمام الصوم، وإذا أفطر فعليه القضاء فقط) ((الموسوعة الفقهية الكويتية)) (17/ 176).
Disebutkan di dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah (Enksiklopedia Fikih Kuwait): “Adapun tentang orang-orang yang bekerja, maka apa yang disebutkan dari pernyataan-pernyataan para ahli Fikih, bahwa jika disana ada keperluan yang sangat untuk bekerja di siang hari Ramadhan atau takut akan hancurnya harta jika ia tidak menjaganya atau pencurian hasil pertanian jika ia tidak bersegera memanennya maka boleh baginya bekerja sambil berpuasa, meskipun pekerjaannya menyebabkan kepada berbuka jika ia takut kebinasaan, dan tidak boleh baginya meninggalkan bekerja atas penyempurnaan puasa, dan jika ia berbuka maka wajib baginya mengqadha’ saja.” Lihat kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah (Enksiklopedia Fikih Kuwait), 17/176.
Sumber : http://dakwahsunnah.com